Rabu, 14 November 2012

SIKAP ITU BUKAN ATTITUDE ... MASBRO!



Pagi ini, ada hal yang mengganggu saya.

Bukan ... bukan karena saya ngompol, tapi sebuah pemikiran membuat saya gatal dan akhirnya ngompol.
Saya teringat masa lampau. Saya teringat akan sikap saya kepada orang.

Jadi ... ini adalah tentang sebuah pertemanan.

Sikap saya dengan teman ini dulu boleh dibilang sangat friendly. Saya sering membantu dia, begitu pula sebaliknya. Sikap teman ini sangat natural. Sebenarnya dia pemarah tapi dalam kondisi tertentu. Misal sewaktu saya membakar bulu kakinya dia.

Tapi suatu waktu, kita berpisah. Saya malu karena dia ternyata lebih berhasil daripada saya. Pacarnya setiap bulan gonta-ganti. Setiap si cewek mens, dia ganti cewek. Dompetnya lebih tipis daripada saya yang tidak punya dompet. Kendaraannya hanya beberapa puluh tahun lebih jadul ketimbang punya saya tapi dia sukses.

Dalam artian dia tidak pernah menulis racauan seperti saya tapi dia duduk di sebuah kantor dan menulis laporan keuangan.
Setelah berpisah ini, kita jarang kontak sama sekali. Bahkan dengan sengaja, saya unfriend pertemanan dia di facebook. Nomornya saya blok. SMS yang masuk dari dia tidak saya hiraukan.

Kenapa saya berbuat demikian?

Itu semua karena saya telah berubah sikap. Sikap saya yang dulu berteman menjadi sikap iri. Iri karena dia lebih sukses daripada saya. 

Dulu bahkan kami berandai-andai di antara asap rokok dan di atas balkon kosannya. Kita bermimpi, bagaimana kalau salah satu di antara kita nanti sukses.

Apa yang akan kita lakukan satu terhadap yang lainnya?
Meninggalkan atau terus berteman.

Dia bilang saat saya sudah meluncurkan buku, kalau saya sampai melupakan dia, dia akan membacok saya. Saya tahu itu guyon yang berarti, jangan pernah melupakan dia sebagai teman.
Tidak. Bahkan sampai saat ini saya malah ragu, dia ini teman atau bukan karena tadi.

Sikap saya berubah dengan cepat.

Lalu saya berpikir, sikap pada diri manusia itu bisa berubah dalam rentang waktu berapa lama?

Manusia adalah makhluk labil. Bahkan saking labilnya, seorang manusia tidak tahu kalau dirinya itu manusia.

Ini direfleksikan kepada pengalaman saya tadi. Saya berteman dengan seseorang. Dulu saya tidak pernah iri dengan dia. Lalu suatu ketika dia lebih sukses daripada saya, saya justru malu dan menghindar dari dia karena takut ada sebuah rumusan perbandingan.
Yah ... manusia memang sering membanding-bandingkan bukan? Memilih mana yang terbaik.

Lalu ... apakah sikap saya yang menghindar dan tidak berteman dengan dia itu pantas atau memang jalan yang tepat?

Inilah yang sampai saat ini membuat saya syahdu.
#syahdumomen

Saya gagal sebagai seorang teman karena sikap saya yang berubah. Tapi ... sampai saat ini pun, saya belum sekedar menyapa dia atau tahu kabarnya. Sikap saya mendingin.

Saat ini, saya memang dalam kondisi gagal. 

Tapi saya bangkit dengan tulisan-tulisan saya. Beberapa orang terhibur dan cukup tahu kalau saya sudah punya buku pertama. Sebentar lagi akan disusul dengan buku kedua. Ketiga dan seterusnya ....

Semoga saja, dia juga membaca hal ini.

Pahamilah,
sikap manusia itu ditentukan oleh iklim perasaan hati mereka. Tak jarang mereka sendiri bukanlah pawang bagi hati mereka. Tapi mereka bisa menghindari dan mencegah agar perasaan mereka bisa sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Dan saya ... ternyata harus menjemur kasur bekas ompol saya.

Salam syahdu

[JJ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar