Senin, 06 Juni 2016

23 Mei 2016

23 Mei 2016

Kemarin malam belum tidur hingga jam 7 pagi. Tidur sebentar sebelum akhirnya bangun karena kepanasan. Indonesia terlalu panas sampai harus menghemat nafas agar tak kehabisan oksigen. Sebelum akhirnya melanjutkan tidur sampai sore walau sekarang sudah jam 3 siang, mengirim pesan kepada teman untuk tanya apakah buku yang kucari sudah ada belum. Dia mengirimkan foto buku tersebut dan tidur tak jadi dilanjutkan.

Dengan sisa uang yang ada, membeli buku sekalian beli rokok, rujak buah dan kopi. Rokok yang dicari dan penjual rujak buah sudah tutup dan teman tadi menunjukkan foto anaknya yang masih di dalam kandungan. Foto USG-nya detil sekali. Sempat mengira bahwa harus memasukkan selang yang ada kamera ke dalam vagina istrinya tapi dia mengatakan bahwa sekarang sudah canggih. Mungkin kelak mereka akan menemukan alat USG untuk menemukan tuhan di dalam tubuh masing-masing manusia. Kalau tidak ada, mereka bisa menuntut agama yang mereka anut.

Pulang dari toko buku akhirnya mampir ke warung kopi yang ada wifinya untuk mengunduh album baru Architects. Album ini punya judul yang unik sehingga layak dijadikan koleksi, Semua Tuhan Kita Sudah Meninggalkan Kita. Dari judul album serta judul lagu pertama saja--Nihilis, membuktikan ini album yang telah lama dinanti. Namun liriknya masih mengambang, maklum bahasa Inggris dengan suara seperti orang tercekik tak mudah untuk dipahami.

Kopi masih mengepul, teman mengajak ke tempat kopi lain via pesan. Di depan ada seorang pria agak tua, mungkin umur 50an awal dengan kulit merah cokelat terbakar panas membungkus tubuhnya yang kecil dan ringkih, kopinya habis rokok di tangan tatapan matanya kosong. Sesekali dia menatap ke jalan sebelum ada pria yang seumuran, mungkin, datang duduk di sampingnya dan mereka tidak saling kenal sebelum akhirnya ada ibu-ibu kehilangan keseimbangan jatuh tertimpa motor di depan warung. Beberapa sudah berlari menolong sehingga tak perlu lagi ada bantuan tambahan.

Unduhan sudah selesai saatnya menyapa beberapa teman lain. Nongol di grup yang harusnya tidak perlu muncul. Lalu perbincangan terdengar.

Dengan bahasa jawa sehari-hari, pria kecil tadi bicara dengan nada memelas di samping pria kacamata yang mengaduk es teh sambil membuka BB torch.

"Apa mungkin Anda punya kerjaan untuk saya? Saya sudah empat bulan menganggur. Betulan sudah empat bulan ini. Betul itu."
"Wah apa ya pak."
"Saya bisa membantu Anda."
"Tapi lagi nggak ada yang perlu dibantu."
"Gitu ya. Sejak saya pindah ke perumnas, saya sulit mencari pekerjaan. Dulu ada lalu pindah. Mencari sampai sekarang nggak ada. Cuma buat jajan anak saya ini. Satu-satunya. Cewek. Umurnya lima belas tahun."
"Lha dulu kerja apa?"
"Serabutan."
"Bukannya serabutan itu enak?"

Hape sudah drop. Membawa powerbank tapi tak membawa kabel. Harus pulang.
Orang tidak akan cukup bangga punya tabungan 500 ribu di dalam ATM. Itu satu-satunya harta yang ia miliki.
Sering melihat struk ATM yang tertinggal. Kadang tersenyum melihat angka yang tersisa jauh lebih banyak dari angka yang diambil. Kalau kebalikannya mungkin pengambilan terakhir itu untuk keperluan yang mendesak. Menambal ban bocor semisal.
Kopi. Rokok. Serta pandangan kosong dan tulisan ini tak mampu menyelamatkan nasib yang terjepit oleh jurang kenyataan.